Perempuan di parlemen memainkan peran yang sangat penting. Mereka bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi memiliki posisi strategis dalam pembuatan kebijakan, terutama dalam politik anggaran dan ketahanan negara. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Yayasan Vanita Naraya, Diah Pitaloka, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Women, Peace and Security. Diah menekankan pentingnya representasi perempuan dalam politik anggaran, mengingat alokasi anggaran negara harus dilihat dari berbagai perspektif, termasuk perempuan dan kelompok difabel.
“Hari ini, masyarakat semakin menyadari pentingnya proporsi anggaran yang adil. Ini menunjukkan betapa pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen,” jelas Diah.
Perjuangan Politik Perempuan yang Berorientasi pada Keadilan
Diah juga menyampaikan keyakinannya bahwa perjuangan politik perempuan selalu berfokus pada keadilan. Ia percaya perempuan memiliki peran vital dalam demokrasi saat ini dan berharap perjuangan mereka dapat menciptakan perubahan yang lebih adil bagi negara.
Menekankan Keseimbangan Gender dalam Politik
Anggota DPD RI, Badikenita Putri Sitepu, turut menegaskan bahwa perempuan di parlemen tidak boleh hanya terpaku pada kuota 30 persen. Menurutnya, perempuan harus berperan aktif dalam pengambilan keputusan politik sebagai penyeimbang kebijakan.
“Kita perlu mengubah pola pikir yang hanya menganggap perempuan sebagai kuota 30 persen. Yang lebih penting adalah keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam politik,” ujar Badikenita.
Selain itu, Badikenita mengingatkan agar perempuan di parlemen memiliki kapasitas yang cukup untuk menghadapi tantangan besar, terutama terkait kebijakan keamanan dan pertahanan. Ia berpendapat, perempuan perlu memperdalam ilmu dan pengalaman agar dapat memberikan pandangan yang matang, khususnya dalam isu-isu penting seperti hukum dan konflik.
Perempuan dalam Kebijakan Keamanan dan Pertahanan
Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45), Jaleswari Pramodhawardani, menegaskan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya perdamaian. Namun, sering kali mereka terabaikan dalam proses formal. “Perempuan adalah kelompok sipil yang paling terdampak dalam konflik, namun seringkali peran mereka tidak dilibatkan dalam penyelesaian formal,” ujarnya.
Jaleswari menambahkan bahwa konflik seringkali memiliki dimensi gender yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya melibatkan perspektif gender dalam proses perdamaian.
Peran Perempuan dalam Proses Perdamaian
Menurut Jaleswari, perempuan memiliki kemampuan untuk membawa isu-isu penting, seperti pendidikan, kesehatan, dan hak asasi manusia, ke dalam perundingan perdamaian. “Perempuan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan perspektif esensial ini dalam setiap proses perdamaian,” jelasnya.
Ia pun mengajak semua pihak untuk memperkuat partisipasi perempuan dalam proses perdamaian, baik di tingkat lokal maupun internasional. “Kita harus bergerak dari sekadar rencana menjadi aksi nyata. Regulasi, kebijakan pemerintah, dan dukungan masyarakat sipil harus bersinergi untuk memastikan perempuan memiliki ruang yang lebih besar dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Kesimpulan: Mencapai Keseimbangan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Perempuan di parlemen memainkan peran penting dalam menciptakan kebijakan yang adil dan berimbang. Mereka memiliki kapasitas untuk memberi kontribusi besar dalam kebijakan anggaran, keamanan, dan perdamaian. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus mendorong agar perempuan memiliki peran lebih besar dalam pengambilan keputusan yang akan membentuk masa depan bangsa.