Bu Guru Salsa kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah sebelumnya sempat viral akibat video syur berdurasi lima menit yang memperlihatkan aksinya berjoget tanpa busana. Insiden tersebut menuai kecaman luas dari warganet, yang menilai bahwa dirinya tidak menunjukkan rasa malu atas kasus asusila yang terjadi.
Eksistensi di Media Sosial dan Dunia Musik
Setelah insiden tersebut, Bu Guru Salsa semakin aktif di berbagai platform media sosial. Salah satu langkah yang ia ambil untuk membangun citra baru adalah menjadi penyanyi cover di YouTube. Salah satu video cover yang menarik perhatian adalah saat ia menyanyikan lagu “Tentang Rasa” dari Astrid.
Video cover lagu ini diunggah di akun YouTube pribadinya dan memperlihatkan dirinya tampil elegan dengan balutan outfit atasan dan hijab berwarna beige, dipadukan dengan rok hitam motif kotak-kotak. Dalam video tersebut, Bu Guru Salsa duduk di sebuah kursi, bernyanyi di antara alat musik seperti keyboard, dengan latar tembok putih yang memberikan kesan sederhana namun profesional.
Namun, meskipun ia berusaha meraih apresiasi dari publik melalui musik, langkah ini justru menuai beragam reaksi dari netizen. Sebagian besar komentar yang muncul bukanlah pujian, melainkan hujatan yang mempertanyakan etika dan moralitasnya setelah skandal yang sempat mencoreng namanya.
Reaksi Netizen: Cancel Culture vs. Kebebasan Berkarya
Keputusan Bu Guru Salsa untuk tetap eksis di media sosial dan berkarier sebagai penyanyi cover memicu gelombang pro dan kontra di kalangan netizen. Sebagian menilai bahwa dirinya seharusnya terkena cancel culture, bukan justru semakin aktif dalam dunia hiburan digital.
Berikut beberapa komentar dari warganet yang mempertanyakan keputusan Bu Guru Salsa:
- “Maaf Bu Guru, jika Anda tak merasa malu setelah melakukan hal yang tidak senonoh, percayalah beban rasa malu tersebut akan ditanggung oleh anak Anda nanti.” – @won***
- “Sumpah mbak, Anda menggambarkan sekali wanita akhir zaman.” – @pem***
- “Nyanyi apa ngedesah?” – @zxz***
- “Aneh aja kok bisa yah dia gak dipecat dari pekerjaannya, padahal dia memberi contoh buruk pada anak muridnya. Di sisi lain, Sukatani malah dipecat padahal hanya menyebarkan fakta.” – @boo***
Meskipun banyak yang mencibir, ada juga pihak yang menilai bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dan berhak untuk melanjutkan kehidupannya tanpa terus-menerus dihakimi oleh kesalahan masa lalu.
Kehidupan Pribadi: Menikah dengan ASN dan Aktif di Live Streaming
Di tengah sorotan publik, Bu Guru Salsa melanjutkan kehidupannya dengan menikahi Muhammad Luqman Hakim, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berprofesi sebagai guru Informatika di salah satu SMP Negeri di Jember. Pernikahan ini semakin memperkuat eksistensinya di media sosial, terutama saat ia membagikan berbagai momen mesra dengan sang suami.
Tak hanya fokus di dunia musik, Bu Guru Salsa juga aktif dalam dunia live streaming, baik di TikTok maupun platform game seperti Mobile Legends. Pada Minggu sore, 9 Maret 2025, ia melakukan live streaming melalui akun TikTok pribadinya, @sissalsaa, yang kini memiliki lebih dari 435 ribu pengikut.
Live streaming ini langsung menarik perhatian besar, dengan lebih dari 10 ribu penonton dalam waktu singkat dan 2,8 ribu pengguna yang turut membagikan siaran langsungnya. Hal ini menegaskan bahwa meskipun dirinya pernah tersandung skandal, popularitasnya masih tetap tinggi di dunia digital.
Kesimpulan
Bu Guru Salsa menjadi contoh nyata bagaimana seseorang dapat kembali membangun eksistensinya meskipun pernah terjerat kontroversi besar. Perjalanannya dari seorang guru yang viral karena skandal, hingga menjadi figur populer di media sosial dan dunia hiburan digital, memperlihatkan bagaimana dinamika dunia maya dapat memberikan kesempatan kedua bagi individu yang mampu memanfaatkan popularitasnya.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan diskusi etis mengenai batasan moral, budaya cancel culture, serta bagaimana masyarakat merespons seseorang yang ingin bangkit dari masa lalunya. Apakah masyarakat seharusnya memberi kesempatan kedua, ataukah harus tetap menuntut tanggung jawab moral dari individu yang pernah terlibat dalam skandal besar? Pertanyaan ini tetap menjadi perdebatan yang terus berlangsung di era digital saat ini.