Krisis Beras di Asia dan Upaya Indonesia Menjaga Ketahanan Pangan

JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyoroti krisis beras yang melanda kawasan Asia, termasuk Jepang, Malaysia, dan Filipina. Harga beras di negara-negara tersebut hampir menyentuh Rp100.000 per kilogram (kg). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran global terkait ketahanan pangan.

Stabilitas Harga Beras di Indonesia

Mentan Andi Amran menegaskan bahwa Indonesia patut bersyukur karena harga beras di dalam negeri tetap stabil. Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah menjadi Rp6.500/kg. Stabilitas harga ini menjadi bukti keberhasilan strategi pemerintah dalam menjaga pasokan dan distribusi pangan.

“Di tingkat global sedang terjadi krisis pangan. Jepang harga beras hampir Rp100.000/kg. Malaysia mengalami kekacauan akibat beras, begitu juga Filipina. Tiga negara tetangga ini sudah menghadapi krisis beras. Alhamdulillah, harga beras di Indonesia stabil,” ujar Mentan pada Kamis (20/3/2025).

Upaya Menjaga Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan prioritas utama pemerintah. Mentan menegaskan bahwa diperlukan langkah-langkah strategis untuk menjaga ketersediaan pangan, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan konflik geopolitik.

“Pangan adalah isu strategis yang memengaruhi stabilitas negara. Jepang unggul dalam teknologi otomotif dan penerbangan, tetapi jika beras tidak tersedia, maka negara tersebut akan menghadapi masalah besar. Kita bisa melihat contoh dari Malaysia dan Filipina yang mengalami kesulitan meskipun memiliki pusat penelitian beras,” jelasnya.

Apresiasi Terhadap Petani

Menurut Mentan, ketersediaan beras yang cukup di Indonesia merupakan hasil kerja keras para petani serta dukungan berbagai pihak. Petani memainkan peran penting dalam mempertahankan Indonesia sebagai salah satu produsen beras terbesar di dunia.

“Alhamdulillah, ketahanan pangan Indonesia kuat berkat kerja keras para petani. Mereka berhasil mengoptimalkan lahan pertanian melalui berbagai program, seperti intensifikasi, ekstensifikasi, cetak sawah, optimasi lahan, serta penggunaan teknologi pertanian modern. Oleh karena itu, kita harus terus bekerja keras dan berkolaborasi untuk memastikan ketahanan pangan tetap terjaga,” tambahnya.

Transformasi Pertanian Menuju Teknologi Modern

Untuk meningkatkan produktivitas, pemerintah terus mendorong transformasi pertanian dari sistem tradisional ke modern. Berbagai langkah strategis telah diterapkan, seperti distribusi alat-alat pertanian canggih, termasuk traktor roda dua dan empat, combine harvester, drone penebar benih, mesin tanam, dan mesin panen.

Mentan menambahkan bahwa transformasi ini diperlukan guna mengimbangi pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat sekitar 3,5 juta orang per tahun atau setara dengan 35 juta orang dalam satu dekade.

“Jika dalam 10 tahun penduduk bertambah 35 juta jiwa, maka pangan harus terus tersedia. Dengan lahan yang tetap namun konsumsi meningkat, apa yang akan terjadi? Ketahanan pangan menjadi kunci utama agar negara tidak mengalami krisis seperti Malaysia. Indonesia memiliki 280 juta jiwa yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya,” ujarnya.

Stok Beras Nasional dan Target Swasembada

Sebagai informasi, cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini mencapai 2,2 juta ton, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah. Angka ini diperkirakan terus meningkat seiring dengan panen raya yang dilakukan di berbagai sentra produksi.

Selain itu, Indonesia memastikan bahwa pada tahun 2025 tidak akan melakukan impor beras. Pemerintah juga menargetkan pencapaian swasembada beras pada tahun 2026 sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional.

Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia optimis mampu menjaga ketahanan pangan serta menghindari krisis beras seperti yang terjadi di negara-negara tetangga.