Yerusalem – Israel mengumumkan perluasan besar operasi militer di Gaza pada Rabu (2/4/2025), dengan rencana merebut sebagian besar wilayah kantong tersebut dan menambahkannya ke dalam zona keamanannya. Langkah ini disertai dengan evakuasi penduduk dalam skala besar, yang memicu kecaman dari berbagai pihak.
Pergerakan Pasukan Israel di Gaza
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa pasukan telah merebut wilayah yang disebutnya sebagai Poros Morag, yang sebelumnya merupakan pemukiman Israel di antara kota Rafah dan Khan Younis di selatan Jalur Gaza. Wilayah ini berjarak sekitar 3-4 kilometer dari perbatasan selatan.
“Kami kini telah membagi Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan secara bertahap sehingga mereka akan menyerahkan sandera kami,” kata Netanyahu dalam sebuah pesan video yang dikutip dari Reuters.
Ia menambahkan bahwa penguasaan wilayah ini akan memperkuat kontrol Israel atas jalur-jalur strategis di Gaza, termasuk “Koridor Philadelphia” yang berbatasan langsung dengan Mesir. Israel menganggap koridor ini sebagai jalur utama penyelundupan senjata ke Gaza.
Secara terpisah, militer Israel mengonfirmasi bahwa pasukannya telah menyelesaikan pengepungan wilayah Tel al-Sultan dekat Rafah, menewaskan puluhan militan, serta menemukan dua roket dan peluncur yang ditujukan ke wilayah Israel.
Evakuasi Paksa Warga Gaza
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengumumkan perluasan operasi militer untuk membersihkan militan dan infrastruktur Hamas serta merebut wilayah yang luas guna ditambahkan ke dalam zona keamanan Israel. Akibatnya, militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga Gaza yang tinggal di beberapa distrik selatan.
Jonathan Whittall, pejabat tinggi bantuan PBB untuk Gaza dan Tepi Barat, melaporkan bahwa 64% wilayah Gaza kini berada di bawah perintah pemindahan paksa atau termasuk dalam zona penyangga. “Tidak ada tempat dan tidak ada seorang pun yang benar-benar aman di Gaza,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa setidaknya 60 orang tewas dalam serangan Israel pada Rabu, termasuk 19 anak-anak yang menjadi korban dalam serangan terhadap klinik PBB yang digunakan sebagai tempat pengungsian. Israel mengklaim bahwa bangunan tersebut digunakan oleh Hamas sebagai pusat komando dan kendali, tetapi Hamas membantah tuduhan tersebut.
Reaksi Internasional
Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tidak secara jelas menyebutkan berapa banyak tanah yang akan direbut atau apakah tindakan ini akan berujung pada aneksasi permanen. Namun, langkah ini meningkatkan kekhawatiran bahwa Israel tengah memperkuat kendali militer penuh atas Gaza dan mendorong pemindahan permanen penduduk Palestina.
Menurut kelompok hak asasi Israel, Gisha, sebelum operasi ini pun Israel sudah menguasai sekitar 62 kilometer persegi atau 17% dari total wilayah Gaza sebagai bagian dari zona penyangga.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan mendukung upaya Israel dan bahkan mengusulkan agar Gaza dikosongkan dan dibangun kembali sebagai resor pantai di bawah kendali AS. Pernyataan ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk PBB dan negara-negara Arab.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengutuk pembunuhan lebih dari 1.000 warga Palestina sejak gencatan senjata runtuh. Ia juga menyatakan kekhawatiran atas retorika pengambilalihan tanah yang disampaikan oleh pejabat Israel.
Kesimpulan
Ekspansi militer Israel di Gaza menimbulkan dampak besar terhadap warga sipil, dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan pengungsian massal. Sementara Israel berusaha meningkatkan kontrol atas Gaza dengan dalih keamanan, tindakan ini mendapat kritik tajam dari komunitas internasional. Upaya mediasi yang dipimpin Qatar dan Mesir untuk mengakhiri konflik masih menemui jalan buntu, sementara kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.