Krisis Kemanusiaan di Myanmar: Dampak Gempa dan Pembatasan Bantuan Militer

BANGKOK – Korban tewas akibat gempa bumi dahsyat yang melanda Myanmar pada 28 Maret 2025 terus meningkat. Hingga Sabtu (5/4/2025), jumlah korban tewas mencapai 3.354 orang, sementara 4.850 orang lainnya terluka dan sekitar 220 orang dilaporkan hilang.

1. Militer Batasi Bantuan

Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) pada Jumat (4/4/2025) melaporkan bahwa militer Myanmar membatasi akses bantuan kemanusiaan di beberapa daerah yang dianggap menentang pemerintahan yang berkuasa. Pembatasan ini dipandang sebagai bagian dari strategi militer untuk mencegah bantuan sampai kepada populasi yang dianggap tidak mendukung pemerintahan yang terbentuk pasca-kudeta tahun 2021.

“Pembatasan bantuan ini menghalangi bantuan dari sampai ke masyarakat yang paling membutuhkan, terutama di wilayah Sagaing yang terdampak parah oleh gempa,” kata James Rodehaver, Kepala Tim OHCHR di Myanmar.

Ia menambahkan bahwa waktu sangat terbatas untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, dengan situasi semakin buruk akibat serangan udara yang terus berlanjut. PBB menganggap serangan udara ini sangat meresahkan, dan mendesak agar serangan segera dihentikan dengan fokus utama pada pemulihan kemanusiaan.

2. Rencana Pemilu oleh Militer Myanmar

Di tengah tragedi ini, pemimpin militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kembali ke ibu kota Naypyitaw setelah pertemuan internasional di Bangkok. Di pertemuan tersebut, Min Aung Hlaing mengonfirmasi rencana junta militer untuk mengadakan pemilihan umum yang diklaim “bebas dan adil” pada Desember mendatang.

Namun, rencana tersebut mendapat kritikan keras dari berbagai pihak. Perdana Menteri India, Narendra Modi, dalam pertemuan tersebut menyerukan agar gencatan senjata pascagempa dijadikan permanen, serta mendesak agar pemilu yang akan dilaksanakan bersifat inklusif dan kredibel. Banyak pihak yang meragukan rencana pemilu ini, menganggapnya sebagai taktik untuk mempertahankan kekuasaan militer dengan cara yang tidak sah.

3. Perang Saudara yang Berkepanjangan

Sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada tahun 2021, Myanmar telah dilanda perang saudara yang berkepanjangan. Keadaan ini mengakibatkan hancurnya infrastruktur negara, termasuk sektor ekonomi dan layanan dasar seperti kesehatan.

Perang saudara ini memperburuk krisis kemanusiaan di Myanmar. PBB mencatat bahwa lebih dari 3 juta orang telah mengungsi sejak 2021, dan sekitar sepertiga penduduk Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan. Keadaan semakin parah setelah gempa bumi pada 28 Maret, yang menambah penderitaan masyarakat yang sudah terpuruk.