Strategi Pemerintah dalam Meningkatkan Inklusi dan Literasi Keuangan Menuju Target 91% pada 2025

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai keuangan inklusif bagi seluruh masyarakat dengan memperluas akses dan kesempatan dalam aktivitas ekonomi, guna mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif. Sebagai kerangka kerja komprehensif, telah ditetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) untuk meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan formal, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi kesenjangan.

Untuk mengoordinasikan upaya tersebut, dibentuklah Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia. Pada 22 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, serta Gubernur Bank Indonesia, Ketua OJK, Kepala LPS, Kepala BPS, dan Direktur Utama Himbara di Istana Negara. Pertemuan ini bertujuan untuk memastikan kualitas inklusi keuangan dapat didalami melalui literasi keuangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki fasilitas perbankan mencapai sekitar 89%. Meskipun beberapa daerah, seperti Maluku Utara dan Halmahera, masih perlu didorong dalam pembelajaran agar masyarakat dapat memanfaatkan rekening dan memahami risiko investasi. BUMN diminta untuk terus mendorong literasi keuangan guna mencapai tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi.

1. Inklusi Keuangan

Melalui penetapan kebijakan dan regulasi yang kondusif serta penggunaan infrastruktur Teknologi Informasi Keuangan yang mendukung organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif, diharapkan SNKI dapat dimanfaatkan pada berbagai sektor, termasuk dalam mendukung pelayanan keuangan sektor pemerintah. Salah satu program pelayanan keuangan sektor pemerintah adalah program elektronifikasi bantuan dan subsidi pemerintah.

Kelompok sasaran inklusi keuangan meliputi masyarakat berpenghasilan rendah, pelaku UMKM, serta masyarakat lintas kelompok yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, santri, pemuda, pekerja migran, penyandang masalah kesejahteraan sosial, mantan narapidana, anak terlantar, penyandang disabilitas, masyarakat di daerah 3T, serta kelompok perempuan.

Dengan sinergi dan kolaborasi seluruh K/L anggota DNKI, tingkat inklusi keuangan pada tahun 2023 telah mencapai 88,7% untuk penggunaan akun dan 76,3% untuk kepemilikan akun. Dalam RPJMN, penggunaan akun ditargetkan mencapai 91% pada 2025 dan 93% pada 2029.

2. Kepemilikan Akun Perbankan

Perkembangan kepemilikan akun, penggunaan akun, dan literasi keuangan di Indonesia menunjukkan tren positif terutama sejak diluncurkannya SNKI pertama kali pada tahun 2016. Sampai dengan tahun 2023, masyarakat usia dewasa yang telah memiliki akun keuangan formal mencapai 76,3%. Sementara itu, persentase masyarakat usia dewasa yang telah menggunakan akun keuangan formal mencapai 88,7%. Namun demikian, tingkat literasi keuangan baru mencapai 65,4%, meskipun telah meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 49,7%.

Masih terdapat beberapa kelompok sosial-ekonomi yang secara substansial belum menjangkau layanan keuangan formal. Terdapat kesenjangan cukup signifikan antara tingkat inklusi keuangan masyarakat perkotaan sebesar 91,5% dengan masyarakat pedesaan yang sebesar 84,8%. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan jika berdasarkan jenis kelamin dan demografi usia.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 dan untuk mengintegrasikan data sosial dan ekonomi nasional serta menyinergikan data antar K/L, pemerintah telah memiliki basis data terpadu berupa Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang mengintegrasikan berbagai sumber data sosial dan ekonomi untuk menciptakan data yang lebih akurat dan tepat sasaran. Implementasi DTSEN dilakukan dengan menggabungkan tiga pangkalan data utama yaitu DTKS, Regsosek, dan Data P3KE.

Dalam penyelenggaraan DTSEN tersebut, telah dilakukan pendataan penerima manfaat (beneficiary registry) yang di antaranya terdiri dari penerima PKH sebanyak 10 juta KPM, penerima bantuan sembako sebanyak 18,8 juta KPM, penerima PIP sebanyak 21,5 juta siswa, penerima PBI JKN sebanyak 96,8 juta, penerima Kartu Prakerja sebanyak 16,4 juta, penerima subsidi listrik sebanyak 40,7 juta pelanggan, dan debitur KUR sebanyak 7,05 juta.

Single identifier data tersebut juga dapat digunakan dalam sistem pembayaran bagi penyaluran bantuan sosial secara digital, monitoring lalu lintas devisa, dan peningkatan kepatuhan pajak.

DTSEN selaras dengan total penduduk Indonesia per 3 Februari 2025, sebanyak sekitar 93 juta keluarga dan 285,5 juta penduduk.